Sabtu, 08 Juni 2013

Saat ke Kota Bandung, Aku Lebih dari Remaja Papa

Gd. Sate - Bandung city
8/6/13. Aku sedang dihujani. Dilanda bencana. bencana untuk rasa kerinduan yang maha dahsyat, tak terlihat namun jelas-jelas ada dan terasa. Sekarang masih pagi buta, sejak tiga hari yang lalu aku berkunjung ke kota ini Pa, kota kembang. Mengendarai motor bersama kawan-kawan jurusan tempat aku kuliah. Kesini karena minggu ini adalah jatah libur untuk mahasiswa IPB sebelum berperang mneghadapi ujian minggu depan. Aku lebih memilih untuk berlibur dan pilihan itu ke kota ini, penat sekali menghadapi rutinitas super berat kota hujan.

Aku tak menyangka dulu saat masih kecil, kalau sekarang bisa melangkahkan kaki (hampir) kemanapun aku mau Pa. Asalkan keinginan itu ada, asalkan aku mau usaha, dan yang terpenting asalkan aku percaya aku bisa sampai kesana, itu sangat mungkin terkabul. Sejak kali pertama aku meninggalkan Balikpapan tahun 2009 ke Jatinangor, tahun selanjutnya aku menetap di Bogor setidaknya untuk empat tahun, menjalani masa perkuliahanku. Disini aku bangun mimpi Pa, hingga aku sudah pernah ke Bali, Jogjakarta, Jakarta, kota-kota kecil lainnya. bahkan pernah dua kali aku ke luar negeri. Ke Malaysia tahun 2011 dan 2013. Dan sekarang, kota ini adalah tempat persinggahankku. Kota Bandung.

 Aku ingin menjadi bujang Papa. Rindu itu membuncah-buncah setiap temanku memanggil kata 'papa' untuk ayahnya, rumah tempat aku menginap di Bandung. Tak terasa, sudah ribuan malam aku tak menyebut kata itu. Aku menangis, walau seperti biasa tangis tanpa tetesan. Tetap sama, menyedihkan. Dan kau tau Pa, Bandung itu mirip Balikpapan, beberapa jalan mengingatkan ku kepada hometown. Dan sudah ratusan malam aku sendiri di perantauan, ratusan malam tanpa dinding-dinding rumah, ratusan malam tanpa wajah orang-orang yang kucintai, ratusan malam juga untuk semuanya sebelum perjalanannku dimulai.

Aku sudah melewati masa remaja Pa. umurku 21 lebih. Aku dewasa Pa. Itu pikirku. Sudah tidak mungkin lagi bagiku untuk main kelereng, mengejar layangan, main tazos, kartu gambar, petak umpet, asinan, karena mungkin mainan itu sudah pada entah dimana, kini teman-teman sepermainan dulu juga sudah sibuk dengan urusan-urusan serius mereka. Siapa sangka Pa, aku pernah audiensi dengan Wakil Gubernur kita disatu ruangan dan hanya kami bertiga, Pak Wagub, Satu temanku, dan aku. atau akku pernah mendapatkan buku karangan pribadi milik Menteri Kesehatan RI, Siti Fadillah Supari didalam seminarnya yang kuhadiri, dan beberapa hal lainnya Pa, yang tidak mungkin dialami anak remaja kecil nan tanggung seperti aku dulu. 

Aku dalam kerinduan Pa. Terima kasih melahirkan ku. Terima kasih lebih sering mengajakku jalan dibanding kakak-kakakku. Aku tetap menjadi laki-lakimu Pa. Walau aku sudah lupa suaramu Pa :'( .Maaf aku jadi nakal Pa, sulit untuk mendidik diri sendiri. Sulit sekali Pa, tapi aku bisa. Aku sayang Papa.

Yang pasti masuk surga Allah. (Amiin)
Yang sedang menunggu yaumul ba'ats
Yang telah mengajarkan dan mendoakanku
Yang menjadi sejarah hidupku
Papa, Saleh.

:: Antapani, Bandung, Jawa Barat.

0 komentar:

Social Profiles

Facebook

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified