Senin, 21 Januari 2013

Bertemu saudara se-Tanah Air di KLIA

Ikhwan, Hafidz, dan Shufia in KLIA
LIMA jam sejak kedatangan kami ke Kuala Lumpur International Airport (KLIA) belum ada satu butir nasi walau sekedar menyenggol lapisan bagian dalam lambung kami. Padahal, kami terakhir kali makan subuh kemarin (20/01). Miris!

Hanya 4 orang pemberangkatan pertama delegasi IPB, Achmad Zainuri, Shufia El Tsaura, Hafidz Ilman Albana, dan Aku. Pesawat kami take off pukul 11.40 WIB dan sampai ke KLIA pukul 15.40 WITA. Delegasi selanjutnya adalah 13 orang sisanya akan tiba di KLIA pukul 12 malam WITA. Sialnya, bis yang akan mengantarkan kami ke tempat tujuan yaitu Universiti Teknologi MARA (UiTM) Arau, Perlis hanya akan berangkat kalau kami sudah lengkap 17 orang, dan suka tak suka, mau tak mau kami berempat harus menunggui mereka dulu.

Bosan menunggu, lapar menginterogasi tiap detik. Hawa yang sedikit lebih dingin dari negara kami membuat kami mencari tempat makan yang paling murah--duit yang kami bawa pas-pasan ini memang harus di menage sebaik-baiknya karena pihak sponsor tidak menanggung biaya makan kami sehari-hari.

Trowongan kecil, KLIA Lt.3
Bandara KLIA ini ada 5 lantai. Seperti Mall-mall yang ada di kota kelahiranku atau di kota tempat ku kuliah. Kalau di kota kelahiranku seperti Balikpapan centre atau seperti Bogor Trade Mall di Bogor. Survei pun kami lakukan, jelajah kios demi kios, setiap mata memandang serentak otak kami bermain untuk mengalikan angka harga RM (Ringgit Malaysia) ke Rp (Rupiah). RM 1 biasanya setara dengan 3.200 - 3.400 rupiah.

Akhirnya, pencarian kami berhenti pada lantai 2 di kios nasi campur milik Bu Nur Hayati. Awalnya, kami pasrah dengan harga yang sudah terdaftar di dinding, namun semua kenyataannya tidak sepahit kopi hitam aceh kawan. Bu Nur Hayati ternyata orang Jawa asal daerah Banyuwangi. Alhasil seperti layaknya anak sendiri, kami diberi harga murah untuk satu porsi pesanan.

Foodcort Lt.3
Temanku yang seharusnya membayar RM 7.80 yang tertera pada layar harga seperti di kasir-kasir toko Indonesia mendapat diskon dan hanya membayar RM 6.80, sedangkan aku dan kawanku Somad yang sejak tadi ngobrol dan bercakap-cakap santai dengan Bu Nur mendapatkan diskon dari RM 10.40 menjadi RM 5.60. Ibu ini seperti merasa pulang kampung ke negara tercinta karena kehadiran kami. Bahkan, obrolan ku dan shomad sampai terasa terlalu lama, hafidz dan shufia sudah makan duluan di salah satu meja.

Kuliner disini tidak seperti di Jawa Barat, kalau setiap warung makan disediakan minum. Air mineral 600 ml dihargai RM 1.20, mahal sekali bukan kalau di hitung rupiah, sekitar 3.500 rupiah. Tapi malam itu, aku dan shomad kembali lagi mengunjungi kios nasi campur dan dengan senang hati Bu Nur memberiak sebotol air putih, tentu saja gratis. haha.

Bu Nunu, Shomad, dan Bu Susi
Sebenarnya bukan permasalahan gratis dan diskonnya yang kami katakan itu anugrah, namun karena kami memiliki saudara setanah air yang memang peduli dengan anak bangsanya. Lain Bu Nur, lain pula dengan Bu Susi dan Bu Nunu, beliau berdua adalah cleaning service foodcort ini, sepertinya juga sama seperti Bu Nur, Bu Susi dan Bu Nunu senang sekali mengobrol bersama kami di salah satu meja. Banyak hal yang kami tanyakan, mulai dari nasib TKI, pengalaman kerja disini, transportasi dari KLIA ke Menara kembar petronas, sampai bagaimana cara bisa nelpon murah ke Indonesia. Bu Susi ternyata berbaik hati dengan memberikan simcard yang tidak digunakannya dan diberikan ke kami, masih ada pulsanya RM 9.35 setara dengan 31.000 rupiah. Bu nunu minta di fotokan dan minta tolong fotonya di tag ke anaknya lewat fb. Sabar ya bu, fotonya sudah saya upload, tinggal di konfirm saja sama anak Ibu, di foto itu juga sudah saya kasih keterangan salam kangen dari Ibu.

At Least, kami iseng buat foto bareng, semoga kebaikan para srikandi-srikandi di negeri jiran ini dibalas Allah berlipat ganda.
Depan kios nasi campu Bu Nur


0 komentar:

Social Profiles

Facebook

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified