Senin, 28 Januari 2013

Sistem Pengisian Bahan Bakar Kendaraan dengan Card di Malaysia

at UiTM Syah Alam

Kemarin aku mendapati satu pelajaran baru, satu berharga yang baru. Kata bu guru di SD 027 dua belas tahun yang lalu, yaitu kalau kita harus menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara. Dulu, kalau ibu bapak guru berpesan akan hal itu aku tak bisa membayangkan bagaimana caranya supaya berbakti kepada bangsa dan negara, yang aku pikirkan saat itu bahwa bangsa dan negara adalah sesuatu yang besar, amat 
jauh untuk dijangkau. 

Bu guru bilang belajarlah yang rajin, dengan itu maka kamu sudah berbakti pada bangsa dan negara, itupun aku belum bisa mencernanya dengan baik, mengaitkan antara belajar yang rajin dengan berbakti pada Indonesia. Karena semasa itu pikiran kami terlalu pendek sehingga malah menganggap bahwa omongan bu guru semata untuk menyemangati kami buat belajar yang sungguh-sungguh. Aku pikir generasi sekarang juga berpikiran hal yang sama, malah bahkan lebih parah seiring dengan ganasnya peningkatan teknologi baru tanpa kontrol yang teratur. 

Mungkin kata-kata “anak-anak, belajar yang rajin ya..dengan itu kalian akan berbakti pada bangsa dan negara, Indonesia” sudah menjadi angin lalu buat mereka, itu sesuatu yang sangat tidak penting. Membanggakan bangsa dan negara, berguna buat bangsa dan negara adalah hal yang sangat jauh. 

Mana mungkin bisa dikerjakan oleh tangan kecil mereka, biarlah kakak-kakaknya atau ayah-ayahnya mereka saja yang melakukannya. Tapi sekarang, aku merasa sedikit memahami. Menyadari bahwa saat ini aku bisa dengan riil berbakti pada bangsaku, berbakti untuk membuat bangsa ini lebih baik, bangsa tercinta yang dari tanahnya aku lahir dan mungkin juga akan mati disana. 

Lewat tulisan-tulisan sederhana yang aku buat, ini adalah salah satu pengalaman yang ku dapat dari negara tetangga. Mungkin sudah banyak anak bangsa yang sudah mondar mandir kesini tapi sedikit yang ingat negaranya, mungkin banyak yang ingat negara Indonesia, tapi sedikit yang peduli, mungkin banyak yang peduli tapi sedikit yang bergerak untuk berbuat. Mungkin banyak yang berbuat tapi sedikit yang benar-benar berbuat. Karena itu, aku akan melakukan sesuatu. Tanggung jawab moril untuk menjadi salah satu dari ratusan juta anak bangsa yang berrbuat untuk bangsanya. Menyampaikan informasi lewat tulisan.

Tulisan ini tentang sistem pengisian bahan bakar kendaraan bermotor di negara tetangga, Malaysia. Aku menumpangi bus institusi, UiTM Perlis. Aku kebagian kursi paling depan saat itu, tepat di belakang Pak Cik yang mengendarai bus ini. Aku izin Pak Cik untuk duduk disebelahnya, banyak hal yang ingin aku ketahui , karena itu aku pikir bertanya tentang banyak hal itu tak ada salahnya kalau ku tujukan pada Pak Cik. 

Namanya Pak Cik Zulkifli, orangnya asik sekali, mungkin sepintas terlihat garang, kalau tak ada keberanian memulai kau akan tertpu dengan perawakannya yang seperti mantan preman pasar, tangannya bekas jahitan seperti bekas luka senjata tajam. Pak Cik ternyata ramah sekali, aku diajak ngobrol macam-macam, mulai dari yang penting sampai canda-candaan. 

Beberapa waaaktu kemudian Pak Cik masuk ke SPBU untukpengisian bahan bakar. Kau tau guys, disini mengisi bahan bakan itu tidak seperti di Indonesia yang dijagai oleh mas-mas berbaju merah lengkap dengan topinya. Disini mereka mengisi bahan bakar sendiri dan bayar sendiri. Tak perlu membutuhkan abang-abang si penjaga SPBU yang sering kita temukan di Indonesia.  

Kenapa mereka membuat sistem semacam itu? Kata Pak Cik, ‘’Karena penduduk Malaysia sedikit sekali untuk ukuran negara berkembang yang ingin menjadi negara maju. Hanya sekitar 27 juta saja. Berbeda dengan Indonesia yang jumlahnya sepuluh kali lipat lebih banyak. 

Maka tidak ada keinginan pemerintah Malaysia untuk mempekerjakan rakyatnya dengan berjaga di SPBU yang tersebar di seluruh negeri sepanjang hari.”

“Dulu memang pernah digunakan sistem semacam itu dengan membuka peluang pekerjaan sebagai penjaga SPBU, sayangnya gak bertahan lama sehingga banyak SPBU yang kosong karena tak ada pegawai yang mendaftar sebagai penjaga SPBU, orang pendatang seperti Thailand dan India pun sama, mereka tak mau bekerja sebagai penjaga SPBU dengan memilih pekerjaan yang lain” Tambah Pak cik.

Sepanjang pengamatanku, jumlah motor dibandingkan dengan mobil memang lebih sedikit. Artinya memang penduduk negeri sudah cukup dengan penghasilan yang didapatkan. Sepertinya begitu.
Jadi, sistem pengisian bahan bakar di Malaysia menggunakan card, semacam kartu kredit yang biasa kita gunakan untuk berbelanja di supermarket. 

Card harus ada saldo dan setiap SPBU juga ada sistem pengisian dengan menggunakan card itu. Semacam saat kita bermain di Timezone, mudah sekali dengan menggesekkan card maka mesin berjalan, sesuai dengan jumlah liter bahan bakar yang kita inginkan.


at UiTM Syah Alam

 Indonesia? Hmm..I think kita jauh lebih dari mampu untuk melakukannya. Bukan hal yang sulit bahkan untuk membuat sistem yang lebih canggih dari ini, sistem ini juga di gunakan seluruh dunia yang memang mengefisienkan SDA mereka untuk digunakan ke arah yang lebih maju.
Maybe not now, but actually we can do it someday.


0 komentar:

Social Profiles

Facebook

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified