Kamis, 10 Januari 2013

Malaikat Cantik Amarilis

Kini
Kami bukan anak-anak yang pantas merengek lagi
Mungkin
Kami tidak bisa berbagi lelah setiap sore lagi
Hanya saja
Selamanya kau tak akan pernah terlupa

Wanita cantik ini sangat cantik, terpancar dari cara bergaul dan banyak macamnya, punya tatapan yang teduh. Kami mengenalnya sebagai pendamping untuk menjalani masa uji coba. Dia tak mau di panggil dengan sebutan kakak atau mba, hanya dengan panggilan sunda yang dia senangi, Teh Selma.

Kami selalu memanti kehadirannya setiap petang, melihat keceriaannya mampu mengurangi kepenatan kami yang sudah menggunung sejak pagi tadi--bayangkan saja, kami kuliah sejak pukul 07.00 sampai 17.00. Pulang ke wisma sebentar hanya untuk makan, mandi, dan sholat, setelah itu langsung meneruskannya dengan tutorial tambahan hinga pukul sembilan malam.

Teh Selma juga masih kuliah, semester lima atau dua tingkat diatas kami. Jurusannya Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB. Dia cukup pemalu untuk orang-orang baru, namun sepertinya tidak buat kami, ucapan kata-kata Teh Selma sangat kami tunggu-tunggu ketika kadang kami dihakimi karena salah melakukan ini itu. Seperti kemarin saja saat salah satu teman kami memecahkan alat kimia di laboratorium, ditengah kerisauan kami, Teh Selma memberikan jalan keluar yang mendamaikan kami semua dengan satu kesepakatan, waktu itu kami sepakat menumpulkan iuran sepuluh ribu setiap orang untuk mengganti alat kimia yang pecah itu. Akhirnya, teman kami yang memecahkan alat itu maju ke depan ruangan dan menyanyi sebuah lagu 'Arti Sahabat' milik Nidji.

Kau masih berdiri
Kita masih di sini
Tunjukkan pada dunia
Arti sahabat
Kau teman sehati
Kita teman sejati
Hadapilah dunia
Genggam tanganku


That's forgetable moment for us. Malam itu terasa sangat indah, kalau saja kami mengenangnya sesekali. Entah kenapa saat itu rasa kebersamaan kami jadi bertambah, lebih saling mencintai, bahkan kami juga berjanji akan terus bersama, tidak untuk sampai selesai studi di IPB saja, namun sampai nanti, sampai kami benar-benar gak bisa berkomunikasi lagi. Sejak malam itu, kami begitu menghormati Teh Selma, dia pendamai kami, penenang atas segala kerisauan, problem solver buat semua masalah, terlepas penting atau tidak. 

Sekarang waktu itu maju seratus persen, dunia berputar 360 derajat lebih sedikit, artinya kami gak lagi seperti dulu. Kami sudah gak akan nyasar lagi di koridor tanah (kortan) Faperta, atau bingung cara pulang dari jalanan bara ke amarilis. Tidak ada yang stag disini. Bahkan sekarang kami berada di semester lima akhir, sebulan lagi masuk semester enam.

Terus Teh Selma?
Dia sudah lulus, pendamping cantik kami itu sudah resmi menjadi Selma Fajria Fahmi, S.Si tanggal 19 Desember kemarin saat hari wisudanya. Semangat meneruskan perjalanan hidup selanjutnya Teh, Terima kasih banyak semuanya. Tanpa mu mungkin kami gak akan segagah sekarang yang menjadi Ketua Himpro, Ketua DPM,  Ketua CSS, dan banyak lagi.

Pendamping kami gak cuma Teh Selma, masih ada tiga. Para Pendamping Luar Biasa. Kak Eko Prabowo, Kak Adi Putra Daulay, dan Mba Saidah. Kami ceritakan di episode selanjutnya. One more, banya orang yang sangat mencintai masa lalunya, tapi sayang sedikit yang mampu menjaganya. Postingan pendek ini pasti akan di panjang lebarkan nanti, tapi nanti dan tidak sekarang. Postingan ini juga mungkin tidak begitu menarik sekarang, tapi akan sangat mahal 3 tahun kedepan. Believe it.

Nb : cerita ini gak sepenuhnya benar. Just for safe my memory and as requirement for my project. Buat yang muncul namanya dan merasa, anggap saja ini fiksi. Especially for Teh Selma, We proud ro U.
Selma Fajria Fahmi, S.Si



0 komentar:

Social Profiles

Facebook

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified