Rabu, 09 Januari 2013

The Forgotten of Dream

Pada saat aku menuliskan ini. Aku sedang berada di kamar sederhana. Sempit mungkin, kalau saja kau yang tinggal disini. Namun buatku, sudah biasa, bagiku tidak luas dan tidak juga sempit. Cukup nyaman untuk tempat singgah selama menimba ilmu di kampus IPB Dramaga Bogor.

Beberapa menit lalu aku chatting-an dengan kawan SMA. Ilhamsyah. Kocak dan sangat supel, logikanya sangat jalan. Paham apa yang akan aku kerjakan dengan menebaknya duluan--jengkel sekali sebenarnya kalau di tebak apa yang mau kita lakukan,haha. Rapi untuk ukuran laki-laki. Satu hal yang mungkin akan sulit aku lupakan darinya, dia adalah tukang cukur kami selama tinggal di asrama Pon-Pes Al-Mujahidin. Yaps, aku adalah alumni salah satu pondok pesantren di daerah kelahiranku. Pondok Pesantren Al-Mujahidin. Enam tahun aku berteduh dibawah naungan pendidikan santri, sekalipun Al-Mujahidin adalah pondok modern--yaitu yang menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum. So, kami tidak hanya mempelajari pelajaran aqidah akhlak, fiqh, tajwid, tarikh islam, dan sejenisnya, namun juga tetap mengenal semua mata ajaran yang juga di dapatkan di sekolah umum. Praktisnya, sekolah ini dua kali lipat lebih banyak pelajarannya dibanding sekolah umum. 

Ilhamsyah tadi chat aku,"Gimana, sudah jadi bukunya?, kapan di terbitkan?". Masya Allah.. Aku hampir lupa, dulu ketika tiga bulan pertama setelah kedatanganku ke kampus rakyat ini, aku pernah menuliskan komentar di website pondok bahwa setelah lulus nanti akan aku buat buku dengan judul "Together To Be Closer with Al-Mujahidin". Memang itu menjadi salah satu impianku. Sayangnya, keadaan yang aku jalani tidak menyambut hangat keinginanku membuat buku itu. Bertepuk sebelah tangan dengan kenyataan yang ku jalani. Aku keburu terbuai dengan jutaan hal baru disini, terbuai berbagai kompetisi, tergila-gila organisasi, aktivitas kepanitiaan yang sangat menyita waktu heningku untuk sedekar menuliskan selembar dua lembar potongan cerita. Setiap malam, sepulang dari rutinitas, selalu saja langsung tidur dan melanjutkan kegiatan seperti kemarin selepas bangun esoknya. Tambah, Empat bulan setelah keinginanku menulis buku itu, laptopku hilang, jelas sekali sedikit membuat lumpuh semangat menulis atau sekedar berceloteh tentang apapun dalam imajinasi kata-kata, dan aku baru punya laptop baru lagi dua bulan lalu.

Sekalipun bukan menjadi alasan yang sangat tepat untukku berhenti menulis, kehilangan laptop waktu itu perlahan mengubah gaya hidup dan kebiasaan, bahkan passion-ku. Tapi, kehadiran netbook Acer Aspire One warna biru ini semoga bisa mengembalikannya. Janji dan hutang, impian dan target yang pasti akan aku tuntaskan dan lunasi. Cepat atau lambat.

Waktuku disini tinggal 1,5 tahun lagi. Itu waktu normalnya apabila semua berjalan sesuai dengan aturan dan usaha, Juli 2014 aku sudah harus lulus. Dan diwisuda bulan september atau paling lama wisuda bulan desember 2014. Aku belum punya apa-apa untuk menuliskan buku itu. Grand desain, kerangka umum, sub bab cerita juga belum, hanya kumpulan-kumpulan memori yang aku niatkan akan menjadi bagian-bagian yang pasti masuk cerita. 1,5 tahun mungkin sebentar, mungkin juga lama, tergantung seperti apa aku mengemasnya. Jujur saja dua tahun ini aku lebih banyak digerakkan oleh rutinitas dan deadline yang mencekik, hidupku seperti diatur oleh rutinitas itu sendiri. Mulai dari kegiatan kampus sampai aktivitas organisasi dan kepanitiaan. But it doesn't mattter, semoga sisa waktuku disini amatlah berbuah sesuatu, karya yang punya usai panjang dan mengguncang.

Enam tahun aku habiskan di pesantren, dalam masa indah sebagai remaja tanggung yang ingin tau ini itu bukan waktu yang sia-sia. Jauh dari kata menyesal malah, atau aku lebih suka menyebutnya sebagiah anugrah tersasar di penjara suci pesantren ini. Tahun 2004 aku memulai kehidupan santri, kecil sekali waktu itu--kau bisa membayangkan bocah yang baru selesai sekolah dasar di lepas dalam liarnya kehidupan pesantren. Aku harus mencuci baju sendiri--waktu itu belum ada fasilitas laundry untuk mencucikan sekaligus menyetrika pakaian. Aku juga harus mengantri makan tiga kali sehari, berdesak-desakan dengan ratusan santri, selalu mengalah saat kakak kelas yang seenaknya menyerobot barisan, kadang sekaligus sepuluh kawanan--memperpanjang deritaku yang berdiri di barisan belakang. Kalau terlambat mengambil makan, bisa kehabisan, syukur-syukur masih ada sisa--kalau tidak begitu, harus antri paling awal, konsekuensinya mandi lebih pagi dan datang ke ruang makan yang super sempit itu dengan sirkulasi udara yang buruk bahkan sebelum dibuka.

Di pesantren, kehidupan santri punya pola tersendiri, punya nilai kebersamaan yang lebih tinggi ketimbang saat berjumpa dan memiliki kawan di luar pesantren. Kau akan menjumpai pola hidup ini hanya di pesantren atau kehidupan asrama sejenisnya, mereka jarang sekali melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Misalnya saja mandi, sekali datang ke kamar mandi biasanya berupa rombongan 3-5 santri seangkatan, atau sekamar, atau seasrama, atau mungkin juga sekelas sekolah--yang jelas selalu saja berkelompok. Sialnya, pola seperti ini sangat merugikan untukku dan puluhan kawan-kawan yang masih menjadi santri baru--saat berangkat ke kamar mandi, kami hanya bisa mandi setelah kakak tingkat selesai, bahkan tak jarang di tengah-tengah proses mandi, kami di usir oleh segerombolan senior. 

Kamar mandi pesantren dulu hanya berupa lorong panjang yang dindingnya terdapat keran yang sudah rusak sana sini, kadang hanya di sumpal dengan kayu atau kain yang sudah di tinggal tuannya. Hal kedua keunikan pola hidup pesantren itu selain kebersamaan adalah senioritas. Bisa dibayangkan saja kesolidan angkatan jelas mampu dengan mudah menindas bahkan mengintimidasi junior-junior.

Banyak sekali pengalaman hidup yang aku dapatkan dipesantern blog, semua hal sepertinya. Mulai aku di tindas senior, di rampok setiap dapat kiriman, kemalingan, lemari di bongkar saat pergi sekolah, kabur dari pesantren, main game playstation setiap malam, masuk ke laboratorium komputer, mencuri, lomba OSN, cinta pertama, sampai hampir di keluarkan. Akan aku ceritakan semuanya dalam bentuk buku yang aku janjikan blog, cepat atau lambat. Aku butuh seseorang yang bisa mengingatkan, "wan, sudah sampai mana tulisannya?', atau sekedar bilang,''jangan lupa bukunya dirampungin". Semoga menarik perjalanan ini.

Sisa masa kuliahku semoga bisa ku manfaatkan sebaik-baiknya. Pertama, dua buku--atau paling tidak satu saja dengan tebal 250 halaman ukuran kertas A5. Kedua, selesai penelitian sebelum tahun 2014. Terakhir bisa ke Adelaide University sebelum wisuda di september atau desember 2014. Amiin. Oh ya, satu lagi..aku ingin melihat salju walau cuma satu minggu,hehe. Amiin Amiin ya Rabb.

Nb : makasih Ilhamsyah, sudah mengingatkan impian yang hampir terlupa ini.


2 komentar:

  1. nice thread....
    hiruk pikuk hidup dan semua yang ada adalah kesatuan indah.
    seperti langit merah saga malam ini dan tiupan angin yang begitu indah.
    nice memory, nice history...
    inspiring :)

    BalasHapus
  2. Yaps..terima kasih.
    semoga bermanfaat.

    BalasHapus

Social Profiles

Facebook

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified